DONASI VIA PAYPAL Bantu berikan donasi jika dirasa blog ini bermanfaat. Donasi akan digunakan untuk membeli domain www.bijehdesign.com. Terima kasih :)

Peunayong alias Pecinan

Peunayong - Berdasarkan sejarah dulu Peunayong ini merupakan lokasi yang didesain Belanda sebagai "Chinezen Kamp" alias Pecinan. Peunayong dihuni warga Cina dari Suku Khe, Tio Chiu, Kong Hu, Hokkian, dan sub etnis lainnya. Kegiatan perdagangan di kawasan ini cukup menonjol karena berdagang merupakan mata pencaharian utama etnis Cina yang pada umumnya tumbuh di lingkungan pusat bisnis. Krueng Aceh, pada masa kerajaan Aceh, krueng ini disebut dengan Krueng Ceudah.

Krueng Aceh merupakan salah satu jalur transportasi yang sangat sering dilintasi pedagang-pedagang Internasional, ketika hendak menurunkan dan menjajakan dagangannya di bumoe Aceh. Setidaknya, dalam buku karangan Denny’s Lombard, berjudul "Kerajaan Aceh-Jaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M)" disebutkan de Graaf, salah satu penjelajah dari negeri Belanda pernah berlayar menggunakan kapal Dragon menuju Kerajaan Aceh, melalui Krueng Aceh.
landuse
Periode Pemerintahan Kolonial Belanda merupakan awal penerapan perencanaan kota modern yang ditandai oleh pengelompokan berdasarkan kultur sosial, ekonomi dan politik bagi kepentingan Belanda. Kota mulai berubah sebagai titik simpul jaringan transportasi dan komunikasi yang sangat efektif untuk kepentingan militer dan ekonomi. Di sini ciri yang menonjol adalah segregasi wilayah kota menurut ras Eropa, Asia (Arab, Cina, India) dan pribumi.

Kawasan Peunayong merupakan salah satu contohnya. Ditempatkan di bagian ujung kota (utara) yang merupakan pelabuhan (entreport) untuk tempat kegiatan ekspor-impor komoditi. Sedangkan pusat pemerintahan kolonial berada di pusat kota (lihat peta tata guna lahan di Kota Banda Aceh). Komunitas asing lainnya berada diantaranya. Segregasi ini dibuat sedemikian rupa oleh Pemerintah Kolonial Belanda sehingga tidak terlalu mencolok dalam katagori dualistik: pribumi dan non pribumi (penjajah) dengan memasukkan etnis Cina, Arab, dan India ke dalam sistem tata ruang permukiman kota.

CULTURAL HERITAGE

Cultural heritage adalah kombinasi spiritual, material, intelektual dan fitur emosional yang mencirikan suatu masyarakat atau kelompok sosial. Dengan demikian indentitas budaya dan warisan budaya perlu di jaga dan mendapatkan dukungan publik. Berbagai aspek townscape adalah dalam bentuk struktur, perkotaan, vitalitas, identitas kota, kualitas kesopanan, menghormati nilai budata lokal.

Karakter sosial budaya masyarakat peunayong

Kawasan Peunayong sebagai daerah pecinan kota Banda Aceh dihuni oleh anggota dari suku Tionghoa Khe, Tio Chiu, Kong Hu, Hokkian dan sun-etnis lain. Pasca-gempa tsunami karakter wilayah ini sebagai kawasan pecinan sudah sedikit pudar.

Karakteristik fisik dan non fisik lingkungan yang dibangun
  • Bangunan kuno di peunayong memiliki gaya arsitektur cina yang spesifik yang dapat dilihat dari bentuk atap, pintu, jendela, fasad, dan ornamennya. Namun pasca-gempa dan tsunami banyak bangunan yang rusak dan hancur. 
  • Karakteristik non fisik bangunan terakhir berdasarkan usia bangunan, status kepemilikan, biaya pemeliharaan dan perubahan fungsi bangunan. 
  • Fungsi bangunan kuno umumnya memiliki fungsi ganda yaitu perumahan serta tempat usaha.
Beberapa Ciri dari Arsitektur Tionghoa di daerah Pecinan sampai sebelum th. 1900

David G. Khol (1984:22), menulis dalam buku “Chinese Architecture in The Straits Settlements and Western Malaya”, memberikan semacam petunjuk terutama bagi orang awam, bagaimana melihat ciri-ciri dari arsitektur orang Tionghoa yang ada terutama di Asia Tenggara.

Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut : 
  • Courtyard (ruang terbuka pada rumah tionghoa). 
  • Penekanan pada bentuk atap yang khas. 
  • Elemen-elemen struktural yang terbuka.
  • Penggunaan warna yang khas.
Objek Tinjauan

Nama Objek : Ruko (pasar pancing) 
Lokasi : Peunayong Jl. Jendral Ahmad Yani No.108 Banda Aceh 
Peruntukan Bangunan : Tempat jual alat pacing, tempat tinggal.

Lokasinya berada di Jl. A Yani (barat), sebagian bangunan berada di Jl. WR. Supratman (utara), Jl. Teluk Betung (selatan) dan di Jl. RA Kartini (timur). Sekitar 75 m arah barat ruko berbatasan dengan Krueng (sungai) Aceh yang mengalir dari selatan ke utara yang bermuara ke laut (Selat Malaka). Jarak laut tersebut dari Peunayong sekitar 4 km. Kompleks Ruko I dibangun pada lahan yang relatif datar dengan konstruksi bangunan memanjang utara-selatan sejajar dengan Sungai Aceh. Kompleks Ruko I terdiri dari 9 buah ruko dengan beragam barang yang diperdagangkan. Bangunan terdiri dari dua lantai, lantai satu digunakan sebagai tempat berdagang sedangkan bangunan lantai dua untuk tempat tinggal. Lantai bangunan lantai satu dari tegel dengan permukaannya lebih rendah daripada jalan raya di depannya. Adapun lantai pada bangunan lantai dua dari papan yang disangga oleh sejumlah balok kayu di bagian bawahnya.

Tampak depan ruko ditandai dengan arcade yaitu deretan tiang beton yang menopang lantai atas menjorok ke emperan. Lebar emperan sempit (sekitar 2 m) karena sebagian digunakan untuk menaruh barang-barang dagangan. Sedangkan tinggi tiang emperan sekitar 3 m. Bagian atas tiang dihias dengan susunan pelipit rata. Tiang yang berada di ujung (utara) bagian atasnya melengkung bergaya Romawi. Deretan tiang emperan menerus ke bangunan lantai dua sebagai pilaster. Di bagian sudut atas pilaster konstruksi diperkuat lagi dengan penyiku dari beton. Pilaster berfungsi sebagai penguat dinding tembok bangunan, disamping itu juga menandai batas ruas ruangan bangunan lantai dua.

Untuk keperluan pencahayaan dan sirkulasi udara dinding bangunan lantai dua dilengkapi jendela. Jendela berdaun dua terbuat dari bilah-bilah papan yang disusun vertikal. Gerak buka tutup jendela dihubungkan dengan dua engsel (folding shutter). Jumlah jendela setiap ruko bervariasi 2 atau 3 buah jendela. Di bagian dinding ruko yang terletak paling ujung (utara) dijumpai lagi 3 buah jendela dan sebuah pintu. Di bagian atas jendela dan pintu terdapat kanopi dari seng. Di bagian atas kanopi dijumpai hiasan berbentuk susunan pelipit rata. Hiasan lainnya berbentuk huruf S dari besi dijumpai dibagian kiri dan kanan jendela. 

Atap ruko berbentuk pelana dari seng dengan kemiringan tajam. Kemiringan atap dibuat tajam agar air hujan cepat turun ke permukaan jalan raya di bawahnya. Kemiringan atap diakhiri dengan tritisan berhiaskan deretan awan beriring. Di bagian puncak atap terdapat tonjolan atap dari semen. Konstruksi tonjolan atap itu menyatu dengan dinding bangunan lantai dua. Untuk lebih jelasnya silahkan buka foto dibawah pada new tab.
peunayong4
peunayong5
peunayong6
peunayong7
Referensi:
Hasil Survey.
Sumber Foto - Koleksi Pribadi.
Humas Setda Kota Banda Aceh/MKK.
Ismuha,1998 : 37.
Peunayong China Town Banda Aceh Post-Earthquake and Tsunami as Cultural Heritage District - Departement of Regional and Urban Planning, Faculty of Engineering, Brawijaya University, Malang, Indonesia.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Peunayong alias Pecinan"

Post a Comment

Komentarlah dengan bahasa yang baik :

1. No SARA
2. No SPAM